Pengurus Daerah Perkumpulan Penggemar Filateli Indonesia (PFI) Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa bakti tahun 2024 – 2029 resmi dikukuhkan dan dilantik. Pengukuhan dan pelantikan pengurus baru PFI ini digelar di Hotel Harper, Selasa (15/10) siang. Agenda pelantikan ini merupakan hasil dari Musyawarah Daerah (Musda) yang sudah digelar pada tanggal 7 September 2024 yang lalu.
Beberapa nama dalam kepengurusan PFI DIY 2024 – 2029 diantarannya Dr. Wing Wahyu Winarno dipilih sebagai Ketua, R.A. Siti Khamaroel Noordjaradjati sebagai Wakil Ketua, Bambang Pamungkas sebagai Sekretaris, dan Yoga Surya Perdana sebagai Bendahara.
Dalam sambutannya, Dr. Wing Wahyu Winarno menyampaikan bahwa Filantelis DIY ini beragam tidak hanya disukai orangtua, akan tetapi juga generasi muda termasuk yang duduk dalam kepengurusan PFI DIY dengan berbagai koleksinya seperti hobi mengumpulkan kartu pos, prangko, hingga dokumen-dokumen masa lalu. Dr. Wing Wahyu Winanro juga ingin menyisipkan filateli kedalam kurikulum pendidikan.
“Oleh karena itu, dalam kepengurusan kali ini, kami akan berusaha memasukkan kegiatan filateli ke dalam pendidikan. Hal itu sangat bagus karena anak-anak diajari telaten. Baik mencari, mengumpulkan, menyimpan, merawat, dan nantinya menyajikan kepada orang. Contohnya mengumpulkan perangko-perangko dengan topik tertentu.” kata Dr. WIng Wahyu Winarno.
Sementara GBRAy Adipati Paku Alam yang turut hadir dalam pelatikan tersebut menyampaikan bahwa filateli tak akan lepas dari peran per-pos-an dan juga pesan komunikasi menggunakan surat dan tentunya terbubuh prangko. Sejarah Panjang filateli dari tahun 29 Maret 1929 menjadi awalan hadirnya perkumpulan ini lahir hingga menjadi ruang untuk berkarya dalam kompetisi baik nasional maupun internasional. Hal ini pada pula hobi filateli berhasil masuk dalam Undang-Undang Republik Indonesia No, 38 tahun 2009 tentang Pos. Dimana Pemerintah, baik pusat maupun nasional diberi amanat untuk membina pengembangan kegemaran mengoleksi prangko sebagai bagian dari pendidikan karakter bangsa.
“Perjalanan Filateli Jogja dimulai dengan maraknya berkirim pesan yang dulunya kaum bangsawan dan kaum Belanda merekam diri melalui coretan dan tinta diatas kertas. Hal ini perlu dapat dilakukan kembali dengan maraknya gempuran tehnologi gadget. Sesingkat kita menuliskan pesan kepada sahabat dekat dengan menggunakan kartu pos saat kita melakukan perjalanan. Pesan singkat dari keluarga, sahabat dibuka kembali setelah beberapa tahun kemudian akan menciptakan kerinduan.” kata GBRAy Adipati Paku Alam.
Kartu Pos di negara Eropa, Asia berada di Jepang dan Tiongkok khususnya Taiwan masih nampak di setiap sudut kota menjajakan Kartu Pos sebagai potret diri , tetapi di Indonesia sudah jarang Nampak dan sudut Kota Jogja juga hanya tempat tempat tertenty bahkan di kantor Pos sendiri sudah tidak Nampak keberadaan Potret Kota melalui Kartu pos. Dari kartu Pos ini dimulai dari Jogja dapat merekam situasional ataupun penanda budaya dan apabila dikemudian hari ada perdebatan, Kartu Pos dapat menjadi saksi.
“Mengawali kerja kerja Filateli di Daerah Istimewa Yogyakarta, kita dapat mengulang kembali bergandengan tangan untuk memotret kota dan membingkai melalui Kartu Pos dan mengajak untuk menggoreskan tinta diatas kertas Kartu Pos untuk saudara akan menjadi memori sangat berkesan dikemudian hari.” pungkasnya.