Perubahan wajah kawasan Malioboro pasca penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) beberapa tahun terakhir nampaknya mengundang kekaguman masyarakat dan wisatawan. Pengalaman yang berkesan selama berada di ikon Kota Yogyakarta bahkan mereka tuangkan dalam surat dan kartu pos yang mereka kirimkan ke Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
Pengirim pesan terbubuh cap pos Jakarta atas nama Juan menyampaikan “Setiap bawa rombongan ke Jogja, selalu minta ke Malioboro. Bangga dengan Malioboro yang selalu bersolek secara dinamis. Tetap memegang teguh nilai-nilai luhur Kota Yogya lintas generasi. Tabik!”.
Hal senada disampaikan pengirim yang menyebut dirinya seseorang yang pernah tinggal di Jogja. Pengirim kartu pos ini menyampaikan “Bagiku, nama Malioboro menjadi tempat yang paling iconic untuk Yogyakarta. Banyak cerita terekam di sepanjang sudut indahnya. Meskipun wajah Malioboro selalu bertransformasi, tetapi rasa yang sama selalu menggetarkan hati. Hiduplah selalu Malioboro. Dalam Kota Jogja dalam hati kita.”
Sedangkan pengirim atas nama Annisa menyampaikan “Jajan Lesehan di Teras Malioboro”.
Pengirim kartu pos atas nama Na mengungkapkan “Hi, Malioboro. Apa kabarmu hari ini ? Terimakasih sudah menemaniku dari jaman SD. Kamu selalu jadi penghibur disaat suntuk meski cuman sekedar ngukur jalan. Tetaplah menjadi ruang yang dirindukan dan menyenangkan untuk semua. I love you full Malioboro.”
Ghea Anissah Mahasiswa UGM menuliskan pesan “Jogja tanpa Malioboro bagai langit tanpa bintang kurang satu, tak sempurna”
Sementara Surat dari Andi terkirim dari Banyuraden mengungkapkan “Tidak pernah bosan untuk jalan-jalan di Malioboro. Apalagi malem. Suasananya itu ngangenin. Sekarang tampilannya lebih ciamik dan syahdu pol. Banyak tempat duduknya juga.”
Mengetahui hal ini, Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Yetti Martanti cukup terkejut datangnya pesan secara bertahap dan menyampaikan terimakasih pada warga yang sudah mengapresiasi penataan Malioboro sebagai kawasan Sumbu Filosofi. Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda oleh UNESCO, penataan Malioboro memang perlu dilakukan, termasuk pedagang yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Malioboro.
“Kami terus berbenah untuk Malioboro untuk meningkatkan pelayanan yang terbaik tentunya hal ini di butuhkan doa dan dukungan Masyarakat semua” kata Yetti Martanti.